Wednesday, September 28, 2016

SPIRITUALITAS SILAU


Menarik buat gue melihat reaksi publik setelah berita tentang Aa Gatot Brajamusti dan Mario Teguh menjadi panas di media sosial dan penyiaran karena keduanya langsung mendapat stigma buruk padahal belum tentu hal itu benar adanya. 

Okelah kalau menyangkut narkoba dan senjata api karena polisi melakukan penangkapan yang sah dan bukti-bukti ada, meski masih berusaha dibantah oleh pihak Aa Gatot.


Selebihnya…bullying dari Netizen begitu keras menerpa, juga pada masalah wanita-wanita yang diduga ‘dilecehkan’ oleh sang guru mengaji, dan kita tahu bagaimana serangan itu sampai membuat Mario Teguh dan timnya harus menutup akun Golden Ways yang sudah beberapa tahun menjadi ‘pencerah’ banyak orang dalam menjalani hidup.

Kalau gue telaah dari tweet dan komen netizen sebenarnya masalahnya hanya satu, sesuatu yang bernama Pengkhianatan Integritas. Integritas merupakan istilah yang sering dipakai untuk suatu kondisi dimana seseorang haruslah sejalan dengan apa yang dia katakan, sejalan dengan apa yang menjadi prinsipnya, sejalan dengan apa yang dia ajarkan kepada orang lain. 


Bila seseorang mengajari kita untuk mencintai keluarga tentu alam bawah sadar kita menuntut orang itu sudah melaksanakannya sebelum kita mau dan patuh mengikuti apa yang dia beritahu ke kita. Tidak ada yang salah dengan konsep ini karena citra tersebut tertanam ke dalam diri kita berulang-ulang sejak kita kecil dimana kita begitu ‘terbelenggu’ dan ‘tunduk’ pada seseorang yang menyandang jabatan guru di kelas.

Dan sungguh kebetulan yang sangat lucu kalau keduanya memang telah dianggap sebagai ‘guru’ bagi sebagian banyak orang, bukan? 

Bukan hanya guru, keduanya juga memiliki karisma yang menghanyutkan. Uang dan popularitas yang mereka miliki juga membuat orang menaruh ‘keyakinan’ pada ajaran mereka. Mulai dari titik inilah kesilauan mereka menjadi sesuatu yang sifatnya spiritual…

Gue nggak kenal Aa Gatot karena memang belum pernah ketemu secara pribadi dengannya sehingga gue tidak tahu apakah tuduhan yang diatasnamakan kepadanya itu benar atau tidak, tapi dalam kehidupan gue, gue pernah mengalami perpotongan pertemuan dengan Reza Artamevia, artis yang disebut sangat…sangat…sangat dekat dengan Aa Gatot. 

Peristiwa itu terjadi pada 1997, waktu itu sedang berlangsung Wisuda Universitas Pancasila di gedung yang dulu bernama JHCC – Jakarta Hiton Convention Centre – dimana gue sebagai pengurus Senat dari bidang olahraga dan kesenian menjadi pasukan keamanan yang bertugas menjaga pintu masuk gedung dan protokoler.

Tugas gue sederhana, mengawasi para wisudawan, keluarga wisudawan dan setiap orang yang masuk ke gedung adalah memang mereka yang masuk undangan acara dengan cara memeriksa kartu undangan. Tanpa kartu undangan jangan harap bisa masuk. Sederhana bukan?

Tapi menjadi sangat tidak sederhana ketika dua orang gadis dengan gaun pesta memaksa masuk tanpa undangan dan ketika gue berkeras bahwa mereka tidak bisa melakukan itu keduanya malah makin ngotot…bersikap lebih galak.


Salah satunya memelototi gue dan berteriak-teriak, mengatakan bahwa gue nggak tahu siapa dia, bahwa gue akan menyesal karena nantangin dia. So? Memangnya siapa dia? Gue anak Teknik…dan di Pancasila dulu mereka yang mengambil jurusan Teknik adalah macan Kampus…lagipula gue punya mandat kok untuk melarang siapapun masuk ke dalam.

Karena nggak berhasil menggertak cewek itu menelepon ke dalam dengan telepon genggamnya. Dari situ gue tahu kalau cewek ini tajir karena telepon genggam belum menjadi  hal yang biasa di tahun 1997. Di masa itu gue yang berasal dari kalangan jelata ini masih pakai pager.   

Dan setelah cewek itu menelepon, seorang pria tergopoh-gopoh keluar dan ternyata dia adalah Ketua Senat. Gue cukup dekat dengan sang Ketua Senat tapi entah bagaimana saat itu wajahnya keras banget melihat gue dan minta supaya kedua cewek itu diijinkan masuk. 

Karena yang membawa mereka ke dalam sang Ketua Senat tentu nggak ada alasan buat gue melarang mereka masuk, hanya saja gue memendam rasa dongkol sebab sang Ketua Senat sendirilah yang tidak melaksanakan apa yang dia minta ke gue…

Dari kejadian itu gue baru tahu kalau cewek yang bermasalah dengan gue itu ternyata kakak kelas. Pantas saja, dia merasa senior karena angkatannya dua tahun di atas gue, anak ekonomi 92. Wajah cewek itu juga nggak pernah lepas dari ingatan gue...

Makanya begitu videoklip berjudul Pertama, yang menampilkan gadis melenggak-lenggok dengan tubuh menempel di dinding, yang menghebohkan televisi di bulan-bulan akhir tahun itu gue ingat sekali kalau itu cewek yang  membentak-bentak gue di acara wisuda…Reza Artamevia…


Perkenalan singkat yang tidak enak itu membuat gue punya dua pandangan tentang Reza. Pertama dia cewek sombong. Mentang-mentang artis merasa bisa masuk ke segala tempat seenak perut dan orang harus mengikuti keinginannya. 

Itu awalnya, sampai gue berpikir lagi mungkin gue juga akan bersikap sama bila berada di posisi dia…hanya saja popularitas belum pernah menghampiri gue sehingga gue belum mengalaminya…mungkin itu hal yang wajar dilakukan orang-orang beken sebab banyak juga cerita seseorang berubah ketika jadi artis….ada yang menjauhi teman-teman lama atau yang tidak berada satu level dengan mereka saat ini…

Jadi okelah bersikap sok kepada orang yang bukan apa-apa seperti gue itu suatu yang wajar…apalagi gue nggak tahu siapa dia pada waktu itu…

Pandangan kedua, Reza itu pribadi yang sangat tidak percaya diri. Ketika melihat bahwa kemampuan yang dia miliki tidak mampu menyelesaikan masalah, dalam hal ini gue yang melarang dia masuk, dia membutuhkan orang lain yang lebih superior untuk mengatasi masalah tersebut. Dan hadirlah sang Ketua Senat. 

Apa yang terjadi dalam kehidupannya mungkin siklus yang berulang. Keberadaannya saat ini bersama Aa Gatot bagi kita yang mengikuti historis pengalaman Reza tahu bagaimana masa lalunya bikin dia bisa begitu dekat pada sang Guru.

Sekali lagi, apakah sikap ini salah? Nggak juga… 

Kita sebagai manusia punya kecenderungan semacam ini, bukan? Ketika kita mendapati sebuah masalah atau pertanyaan besar yang tidak mampu diselesaikan dengan kemampuan kita sendiri pasti kita akan mencari jawaban diluar diri kita. Pada proses pencarian inilah kita berada pada titik lemah, kita bagaikan sebuah rumah dengan pintu terbuka…siapa pun bisa masuk ke dalam sana buat mengisinya…

Mereka yang masuk dan memuaskan kebutuhan kita akan penyelesaian masalah menjadi sosok silau yang akhirnya kita dengarkan. Beruntung kalau sosok silau itu seorang yang bijak dan membangun kita layaknya Kristus, Muhammad, Budha atau Confusius…sosok berintegritas tinggi yang tentunya bikin kita nggak mampu angkat wajah kalau bertemu mereka…

Tapi alangkah tidak beruntungnya bila sosok silau itu sosok seperti Charles Manson, Jim Jones, David Koresh, atau Warren Jeffs. Siapa sih mereka-mereka ini? Coba kamu cari film-film ini untuk melihat kehidupan mereka lebih jauh, tapi berikut penjelasan singkat tentang mereka:


HOUSE OF MANSON (CHARLES MANSON)


Charles Manson mengumpulkan remaja-remaja pemberontak yang terbuang dan butuh pengakuan. Dia membentuk komunitas bernama The Family bagi mereka dan mengangkat dirinya sebagai Yesus Kristus anak-anak muda ini. Terilhami lagu dan syair The Beatles, Helter Skelter, Manson menafsirkan bahwa perang ras di akhir jaman akan tiba hingga lewat tangan para pengikutnya terjadi serangkaian pembunuhan brutal dimana artis Sharon Tate yang tengah mengandung 8 bulan ikut jadi korban.


OUTLAW PROPHET (WARREN JEFFS)


Pemimpin sekte Fundamentalist Church of Jesus Christ of Latter-Day Saints (FLDS Church) yang dikenal karena pengajarannya yang melegalkan hidup poligami di Amerika Serikat. Setelah pemimpin sekte sebelumnya, Rullon Jeffs meninggal, Warren menikahi semua istri ayahnya yang  berjumlah 20 orang. Bukan hanya itu, dia bahkan mengambil istri baru yang usianya masih di bawah umur. Sebagai pemimpin sekte, dia punya kekuasaan mutlak untuk mendisiplinkan anggota pria yang tidak patuh dengan cara menyingkirkan mereka dari komunitas dan menempatkan pria baru yang tunduk kepadanya bagi keluarga pria yang diusir.


JONESTOWN (JIM JONES)


Pendiri dan pemimpin People Temple. Menyatukan konsep komunis dengan ajaran Kristen, gereja Jones menjadi sangat dekat dengan kaum marjinal. Karena terus bermasalah dengan pemerintah gereja Jones kemudian dipindahkan ke Guyana, disana dia sangat menikmati perkembangan kelompoknya di tempat terpencil yang dinamainya Jonestown. Jones yang menganggap dirinya reinkarnasi Yesus Kristus meyakini manusia akan pergi ke planet lain yang lebih baik dari bumi ketika mati akhirnya mengajak 900 orang pengikutnya untuk melakukan bunuh diri massal.


AMBUS IN WACO (DAVID KORESH)


Pemimpin dari sekte bernama Branch Davidians Religious, dia mengklaim dirinya sebagai Nabi Terakhir dan mengambil kepemimpinan sekte itu dari calon pemimpin, George Roden, dengan menikahi sang ibu Lois Roden yang saat itu berusia 65 tahun. Rumor mengatakan Koreslah yang melakukan serangkain trik untuk menjebak George sehingga dia tertangkap membunuh rival dari sekte lain. Setelah Lois meninggal sekte menjadi milik Koresh seorang diri dan dia melakukan serangkaian pencabulan kepada anggotanya, gadis-gadis di bawah umur.

Mencari seorang guru tidak salah. Belajar dari pengalaman dan pengetahuan mereka juga sangat baik. Hanya saja para guru ini pun masih manusia seperti kita. Menaruh mereka sebagai sosok silau sebagai bagian spiritualitas hidup tentu pertaruhannya akan berbalik kepada kita seandainya suatu hari muncul perbuatan mereka yang jauh berbeda dari apa yang diajarkan…atau yang lebih parah lagi, menyimpang dari kaidah kebaikan umum karena merasa pendapatnya yang mewakili kepentingan pribadi atau golongan sebagai hal yang sah benar diatas segala-galanya.

Bersikaplah kritis adalah salah satu cara melindungi diri kita. Kritislah kepada para ‘guru’ itu untuk membuktikan bahwa mereka benar-benar guru, kita bisa mencontoh apa yang dilakukan anak kecil bernama Einstein di video ini untuk ‘mengaduk’ pemahaman sang guru….


Bersikap kritis bukan berarti memusuhi tapi mencari jawaban dari kebenaran hakiki, bersikap kritislah ketika sang guru menyatakan dirinya Tuhan, Nabi, atau membujuk tindakan asusila…

Bersikap kritis bukan berarti mengkritik tanpa memberi solusi tapi membuka cakrawala untuk menaikkan diri kita dan orang lain ke tingkat berikutnya…

Dengan bersikap kritis, kita menghindarkan kita dari bersikap mencela berlebihan pada pengkhianatan integritas para guru seolah mereka makluk tanpa salah…sahabatku yang baik hatinya, mereka pun masih manusia dan mungkin kitalah yang terjebak dalam spiritualitas silau kepada orang-orang macam ini sehingga kita jadi kecewa…

2 comments: