”AAAAAAARRRRRHHHHH...."
Putri belum sempat menyalakan motor tempel yang ada di
pantat perahu saat mendengar teriakan itu. Gadis itu menoleh, tak percaya melihat
sepasang tangan Ninda yang kurus ceking mencengkeram leher Dicky dan mengangkat
pria itu beberapa senti dari dasar perahu.
Lidah
Dicky terjulur keluar sementara kakinya menendang-nendang, Putri celingukan
mencari benda yan bisa dijadikan senjata. Matanya tertumbuk pada tongkat
baseball di sebelah kanan kaki Ninda. Namun Ninda keburu menyadari tatapannya
sehingga dia menginjak tongkat itu.
Gerakan Putri yang kalah cepat membuatnya
gagal mengambil tongkat padahal tangannya sudah menggenggam pegangan benda
tersebut. Dicobanya buat menarik tongkat itu tapi dia tidak mampu menariknya
dari bawah pijakan kaki Ninda.
Ninda
memandanginya dengan angker. Matanya melotot, seakan siap menerkam bila Putri
berbuat macam-macam. Saat itu Putri melihat sesuatu yang ada di balik perut
Ninda yang hamil nampak memberontak ingin keluar. Tahu-tahu perut itu pecah berantakan.
Sebuah kepala yang masih bermandikan darah segar keluar dari sana. Kepala itu
bentuknya bulat telur, matanya masih tersimpan di dalam kantung matanya yang
biru lebam, kulit wajahnya mengelupas disana-sini bagai terbakar, kepala aneh
itu tidak punya hidung, sementara ukuran mulutnya terlalu lebar.
Dari mulut
yang lebar itu Putri melihat si bayi aneh memunculkan seringai jelek...seringai
yang dari baliknya terlihat deretan gigi hitam dan gupis. Monster itu membuka
mulutnya dan alih-alih menangis seperti bayi pada umumnya, makluk itu malah tertawa
terkekeh-kekeh, suaranya yang besar dan jelek.
Gadis itu
berbalik lalu menarik tali untuk menyalakan motor perahu. Hanya dalam hitungan
detik baling-baling mesin berputar dengan raungan hebat. Hentakan motor membuat
perahu tersentak, hidung perahu terangkat ke atas lalu menghujam ke bawah
dengan cipratan air yang masuk hingga ke bagian dalam perahu.
Gerakan yang
mendadak itu membuat Ninda oleng, pijakannya melemah sehingga dia harus menahan
bobot tubuhnya. Pada saat itu cengkeraman di leher Dicky sedikit mengendur dan
pria itu menggunakan kesempatan sempit itu buat menendang perut Ninda..
Bukannya
melukai si bayi, makluk itu malah berhasil menggigit lutut Dicky yang dia
gunakan buat menyerang. Gigi hitam dan gupis itu merobek kain celana jeans di
bagian lutut Dicky. Terdengar suara kain robek saat pemuda itu menarik kakinya
dengan keras ke belakang, menghindar sebentar agar lututnya tidak dua kali
terkena incaran. Terdengar suara anak kecil mengiba dari sela mulut si bayi
aneh, “Kamu menyakitiku, papa…”
Perahu
bergerak membelah air dan lagi-lagi membuat Ninda oleng, suatu hentakan lain
yang menyusul membuatnya jatuh telentang namun cekikan belum terlepas
sepenuhnya dari leher Dicky. Jari-jemari Putri menghujam di leher Dicky
bagaikan penjepit baja.
“LEPASKAN
DIA…” Putri mengamuk.
Gadis itu
membelokan tongkat kemudi mesin dengan brutal hingga berbelok ke kiri dalam
sepersekian detik, bagian dasar perahu yang menggesek air terdengar berdecit. Ninda
tidak bisa menguasai posisinya dan ia tercebur ke air, bersama Dicky.
Putri
menjerit. Perahu karet menderum garang saat gadis itu memutar perahu untuk
kembali ke tempat jatuhnya Dicky dan Ninda. Setibanya di tempat yang dituju,
dia menghentikan laju perahunya kemudian memandang ke dalam air lalu memanggil-manggil
sahabatnya, “DICKY…”
Yang
nampak di permukaan laut hanya riak-riak gelombang, sebagian disebabkan oleh
tendangan baling-baling motor.
“KELUAR
DICKY…JANGAN MAIN-MAIN…”
Air mata
Putri menetes pelan di pipinya…
”Keluar
Dicky... atau aku yang membunuhmu.”
Lima
belas meter dari tempatnya berada, sesosok kepala muncul dari dalam air. Sosok
itu bukan hanya memanggil namanya tapi juga melambaikan tangan. Cepat-cepat
diusapnya air mata lalu mengarahkan perahu menuju ke tempat itu. Dia tersenyum mendapati
kepala yang mengapung-apung itu memang Dicky. Dia memanggil sekali lagi,
“Putri…”
Putri
menghentikan perahu. Gadis itu mengulurkan tangan buat menarik Dicky dari dalam
air. Dia terlambat menyadari sesuatu yang tidak wajar dari sosok kepala
tersebut. Kepala Dicky kelihatan terlalu mendongak, mulutnya menganga dalam
posisi miring yang tidak wajar, sementara pupil matanya yang dipenuhi warna
putih baru terlihat saat gadis itu sudah berada pada jarak yang dekat dengan
sosok Dicky. Putri mengernyit melihat bayangan merah samar dari bawah air di
belakang leher Dicky.
”KYYAAAAAA....”
Dia baru
saja hendak menarik tangannya saat sesuatu menariknya, gadis itu berusaha
mempertahankan diri agar tetap berada dalam perahu. Namun sesuatu yang
menariknya dari bawah air itu memiliki kekuatan yang sulit dilawan sehingga
tahu-tahu dia sudah tertarik dari perahu hingga sebatas perut
Sosok Ninda
menyeruak dari belakang tubuh Dicky. Monster itu menghamburkan air ke mata
Putri hingga membuatnya buta sesaat. Disertai raungan seram, makluk itu
melemparkan dirinya ke udara dari dalam air. Tangannya yang terpentang lebar mengunci
leher Putri dan menarik gadis itu ke bawah air. Keduanya meluncur keluar perahu.
Putri
panik, kakinya menendang-nendang air sementara Ninda mencekik lehernya.
Gelembung udara berhamburan liar dari sela bibir Putri. Ditekuknya kedua kaki buat
menendang dada Ninda dengan mengerahkan segenap tenaga yang tersisa. Seringai
tolol di wajah Ninda berganti ekspresi kesakitan. Cekikan itu pun langsung
mengendur.
Gadis itu
berenang menjauh secepat mungkin hingga melintasi dasar perahu. Setelah berada
di belakang perahu, Putri berpegangan di tepiannya dan memaksakan diri buat naik.
Begitu mendarat di dasar perahu, dia berguling dan merebahkan diri sejenak
untuk mengatur nafas yang tersengal...
Tapi saat
itu dia melihat sesosok tangan menyembul dan berpegangan pada sisi kanan perahu.
Putri segera meraih tongkat baseball yang tadi diinjak Ninda. Sebelum monster
itu berhasil naik sepenuhnya ke atas perahu dia bahkan sudah berdiri dengan
tongkat teracung, menunggu hingga sosok itu muncul dari air.
Begitu
kepala monster itu terlihat di air, tanpa membuang-buang waktu gadis itu
memukulkan tongkatnya. Kepala Ninda dihajarnya sampai menyemburkan darah, namun
pukulan itu nampaknya belum mampu membunuh si monster yang malah menyeringai.
“Kamu tak
mungkin membunuhku ! Sesuai takdir, aku yang harusnya membunuh dan menguasai
tubuhmu….”
Putri menjerit
saat tangan Ninda kembali mencoba menarik bajunya namun gagal. Kali ini Putri
lebih sigap. Dia melayangkan tongkatnya dan menghajar ubun-ubun Ninda. Wajah Ninda
yang penyok dan berlumuran darah kembali menampilkan seringai jelek, mengejek
seolah pukulan itu tidak berarti apa-apa.
Dalam
kepanikan, tanpa disengaja saat menghindari cengkeraman Ninda, tangan Putri
menyentuh tuas kemudi. Perahu bergerak oleng secara otomatis dan
baling-balingnya menghajar tengkorak kepala Ninda. Terdengar bunyi mengiris dan
derakan bagai gergaji mesin memotong sebatang kayu di hutan, disertai lolongan
kesakitan suara si monster...
Putri
mendesah panjang dan menjatuhkan dirinya untuk duduk di dasar perahu. Tangisnya
yang sedari tadi ditahan pun meledak...
THE END
CREDIT TITLE ROLL
OVER...
Tepukan
membahana seiring nama-nama pemain serta kru film terpampang di layar, bahkan
sampai lampu-lampu ruangan dinyalakan karena film selesai ditayangkan. Beberapa
penonton juga terlihat memberikan standing applause dan bersiul-siul sebagai
tanda ikut mengapresiasi film yang baru saja diputar….Bloody Reuni.
Penonton yang puas terus memberikan
tepuk tangan sampai MC maju ke depan dan memberikan kata sambutan, “Seru banget
ya filmnya…kasih tepuk tangan sekali lagi buat sutradaranya, mas Rizal
Montoya…”
Tepuk
tangan kembali menggema dan seorang lelaki berambut gondrong yang duduk di
bangku depan berdiri, melempar senyum, lalu melambaikan tangan.
“Juga
buat para pemain Bloody Reuni yang menyempatkan diri hadir di pemutaran
Premiere ini lengkap dengan kostum yang mereka pakai saat shooting….”
Serombongan
anak muda, empat cowok dan lima cewek, yang duduk di deretan di samping Rizal
Montoya ikut berdiri dan melambaikan tangan.
“Boleh
maju ke depan sini nggak…supaya semua audience bisa melihat jej-jej sekalian…” kata sang MC yang
kemudian mengarahkan perhatian pada sang produser. “Nah, mas Rizal…boleh kasih
speech sedikit dong sehubungan dengan film barunya…apalagi kita kan kepingin
tahu kenapa seorang Rizal Montoya akhirnya mau membuat film setelah sempat lama
vakum. Dan kenapa genre horror yang dipilih?”
“Oke…kenapa
gue mau balik lagi setelah lima tahun dan kenapa Bloody Reuni yang dipilih…”
kata Rizal Montoya setelah menerima mikropon dari tangan MC. “…semuanya berawal
dari secangkir kopi.”
No comments:
Post a Comment