Directed by: Aris Martin
Starring by: Dhea Annisa, Ajun Perwira, Sarah Watson
Max Anderson Production
Film horor dengan segmen
remaja sebagai penontonnya ini bercerita tentang kehidupan di Asrama dan
bully-membully, atau dirundung bila memakai bahasa indonesia yang baik dan
benar. Marsha, seorang gadis yang tinggal di sebuah asrama sekolahkerap
dirundung oleh ketiga temannya, Stephanie, Puput, dan Nina.
Tidak jelas apa yang menyebabkan Marsha menjadi bahan rundungan tapi kita disajikan adegan dimana Marsha diseret ke kamar mandi lalu dicoret-coret wajahnya oleh ketiga teman yang usil.
Tidak jelas apa yang menyebabkan Marsha menjadi bahan rundungan tapi kita disajikan adegan dimana Marsha diseret ke kamar mandi lalu dicoret-coret wajahnya oleh ketiga teman yang usil.
Hal itu membuat ketiganya
diskors sehingga harus tetap tinggal di asrama selama masa liburan sekolah. Marsha
yang sudah pulang ke rumah dengan taksi, meskipun sempat mengalami terkunci
dalam kamar 303 dan menjumpai sebuah buku diary dalam laci meja di kamar
tersebut, akhirnya kembali ke dorm untuk menginap disana sebab ibu tirinya
tidak menginginkan dirinya di rumah.
Pengumpulan kembali keempatnya
dalam Asrama selama masa liburan kurang menghadirkan konflik diantara kedua
kubu – Marsha versus Stephanie-Puput-Nina – yang membuat kita semakin mengerti
kenapa Marsha terus dirundung tapi justru masalah konflik hanya sedikit
dibahas. Hanya satu kali saja ketiganya benar-benar mengganggu Marsha, saat
mereka melempar boneka hantu dari atas tangga untuk menakut-nakuti Marsha.
Selebihnya ketiganya yang lebih banyak diteror oleh hantu penghuni Asrama sementara Marsha terus diikuti kehadiran buku diary dari kamar 303, yang sepertinya butuh perhatiannya untuk dibaca, dan bertemu dengan seorang pemuda alumni bernama Dio.
Selebihnya ketiganya yang lebih banyak diteror oleh hantu penghuni Asrama sementara Marsha terus diikuti kehadiran buku diary dari kamar 303, yang sepertinya butuh perhatiannya untuk dibaca, dan bertemu dengan seorang pemuda alumni bernama Dio.
Kehadiran Dio ini menganggu
sebab dia bilang dia alumni Asrama disitu, masalahnya dari awal diperlihatkan
adegan dimana asramanya lebih banyak cewek-ceweknya sehingga gue mengira itu
Asrama putri.
Dan aneh juga kalau orang luar, Dio terhitung orang luar karena sudah menjadi alumni, bisa keluar-masuk, juga ‘menghilang’, dengan bebas di tempat itu. Biasanya asrama punya aturan yang ketat yang melarang orang luar masuk. Oleh karena itu gue juga sempat mengira Dio itu hantu.
Dan aneh juga kalau orang luar, Dio terhitung orang luar karena sudah menjadi alumni, bisa keluar-masuk, juga ‘menghilang’, dengan bebas di tempat itu. Biasanya asrama punya aturan yang ketat yang melarang orang luar masuk. Oleh karena itu gue juga sempat mengira Dio itu hantu.
Alur film ini berjalan lambat,
berusaha menggiring pelakunya sampai pada tahap dimana kehidupan Marsha mirip
dengan hantu Asrama yang dijelaskan lewat diary Yulia yang ditemukan Marsha di
kamar 303. Ternyata si hantu Asrama adalah siswi Asrama bernama Yulia yang
dulunya juga kerap dirundung oleh teman-temannya sampai kemudian dia memutuskan
bunuh diri.
Putri, yang menjadi salah satu pelaku perundungan Yulia punya orangtua dengan posisi kuat sehingga kasus itu tak sampai pengadilan dan rupanya itu membuat hantu Yulia marah, menuntut balas pada setiap siswi yang suka merundung teman-temannya.
Putri, yang menjadi salah satu pelaku perundungan Yulia punya orangtua dengan posisi kuat sehingga kasus itu tak sampai pengadilan dan rupanya itu membuat hantu Yulia marah, menuntut balas pada setiap siswi yang suka merundung teman-temannya.
Tidak ada yang baru dalam
adegan menakut-nakutinya, banyak mengandalkan efek gambar roh yang melayang atau
kaki yang tergantung dan suara keras yang muncul sekonyong-konyong. Tapi okelah
untuk efek saat Dio menoleh dan memperlihatkan wajah ‘retak’nya, sehingga itu
gue pilih sebagai gambar ikon di review ini.
Secara keseluruhan perundungan
disini kurang kuat, baik dari kisah atau latar belakangnya, kalau Marsha tidak
jelas kenapa dia jadi korban rundung Stephanie dkk, sementara Yulia dirundung
karena Putri cemburu gara-gara Dio lebih menyukai Yulia. Kebetulan waktu kecil
gue pernah menjadi korban perundungan, jadi tahu beberapa penyebab kenapa orang
suka merundung kita.
Ada dua hal yang bikin kita jadi korban perundungan, yang pertama karena kita kurang gaul atau yang kedua karena kita unik. Dalam kasus gue, gue masuk penyebab yang kedua, waktu itu gue baru pindah dari Cilacap ke Jakarta di kelas 6 SD. Meskipun bisa cakap Indonesia tapi di Cilacap lebih banyak bicara bahasa Jawa, dan itu sebabnya aksen Jawa masih khas.
Ngomong Indonesia yang medok bikin gue diketawain dan dicela habis-habisan sama teman-teman di sekolah, dan selama setahun gue harus mengalami ‘penderitaan’ celaan itu sampai kemudian bisa menghilangkan dialek medok itu sama sekali.
Untungnya yang gue alami tidak
sampai menjurus bully secara fisik, tapi soal perasaan...hati ini sudah tercabik-cabik
penuh rasa malu sepanjang hari selama satu tahun itu....
Jadi gaya ngomong yang aneh,
kutu buku, tubuh gendut, tubuh cungkring, terlalu hitam, terlalu putih menjurus
albino itu semua masuk dalam kategori unik yang bikin kita harus siap mental
sebagai target bully.
Tapi gue belum pernah menemui bully dilakukan dengan alasan kecemburuan seseorang. Bisa saja itu terjadi, tapi biasanya akan dilakukan personal....tidak ngajak-ngajak geng atau kumpulan kawan...
Tapi gue belum pernah menemui bully dilakukan dengan alasan kecemburuan seseorang. Bisa saja itu terjadi, tapi biasanya akan dilakukan personal....tidak ngajak-ngajak geng atau kumpulan kawan...
Maka dari itu, buat gue tidak
masuk akal kalau Yulia sampai bunuh diri gara-gara dia terus dirundung sama
Putri dkk. Buat apa dia melakukan itu kalau pada kenyataannya dia yakin bahwa
Dio lebih memilih dia daripada Putri?
Itu nampak dari adegan dimana Dio menyelamatkan Yulia saat dia mencoba bunuh diri dari bubungan lantai atas gedung Asrama. Toh dia sudah menang bukan? Nggak perlu sampai buang nyawa...so seharusnya dipikirkan alasan lain supaya Yulia dibikin benar-benar putus harapan dan memilih bunuh diri sebagai cara penyelesaian...
Itu nampak dari adegan dimana Dio menyelamatkan Yulia saat dia mencoba bunuh diri dari bubungan lantai atas gedung Asrama. Toh dia sudah menang bukan? Nggak perlu sampai buang nyawa...so seharusnya dipikirkan alasan lain supaya Yulia dibikin benar-benar putus harapan dan memilih bunuh diri sebagai cara penyelesaian...
Dan mengenai Asrama itu, gue
tahu beberapa hal tentang kehidupan asrama atau dorm karena punya adik-adik
yang saat ini menghuni Dorm di Universitas Pelita Harapan. Pada kenyataannya
situasi dorm lebih berjuang dari apa yang ditampilkan di film, sebab satu kamar
bukan hanya diisi tiga orang – seperti halnya kamar 320 yang diisi Stephanie
dkk – tapi bahkan bisa sampai 10-12 ranjang disitu. Bisa terbayang bagaimana
sepi dan horrornya asrama saat liburan karena suasananya benar-benar berupa
ranjang kosong.
Oleh karena itu gue termasuk yang kecewa karena Dio ternyata bukan hantu, bukan karena perkiraan gue yang salah, tapi itu semakin membuat ceritanya nggak masuk akal karena Dio bisa hadir seenaknya di tiap adegan... seolah dia memang tinggal di Asrama tersebut...
No comments:
Post a Comment