Thursday, April 14, 2016

GHOST DIARY

Directed by: Aris Martin
Starring by: Dhea Annisa, Ajun Perwira, Sarah Watson
Max Anderson Production

Film horor dengan segmen remaja sebagai penontonnya ini bercerita tentang kehidupan di Asrama dan bully-membully, atau dirundung bila memakai bahasa indonesia yang baik dan benar. Marsha, seorang gadis yang tinggal di sebuah asrama sekolahkerap dirundung oleh ketiga temannya, Stephanie, Puput, dan Nina. 


Tidak jelas apa yang menyebabkan Marsha menjadi bahan rundungan tapi kita disajikan adegan dimana Marsha diseret ke kamar mandi lalu dicoret-coret wajahnya oleh ketiga teman yang usil.

Hal itu membuat ketiganya diskors sehingga harus tetap tinggal di asrama selama masa liburan sekolah. Marsha yang sudah pulang ke rumah dengan taksi, meskipun sempat mengalami terkunci dalam kamar 303 dan menjumpai sebuah buku diary dalam laci meja di kamar tersebut, akhirnya kembali ke dorm untuk menginap disana sebab ibu tirinya tidak menginginkan dirinya di rumah.

Pengumpulan kembali keempatnya dalam Asrama selama masa liburan kurang menghadirkan konflik diantara kedua kubu – Marsha versus Stephanie-Puput-Nina – yang membuat kita semakin mengerti kenapa Marsha terus dirundung tapi justru masalah konflik hanya sedikit dibahas. Hanya satu kali saja ketiganya benar-benar mengganggu Marsha, saat mereka melempar boneka hantu dari atas tangga untuk menakut-nakuti Marsha. 

Selebihnya ketiganya yang lebih banyak diteror oleh hantu penghuni Asrama sementara Marsha terus diikuti kehadiran buku diary dari kamar 303, yang sepertinya butuh perhatiannya untuk dibaca, dan bertemu dengan seorang pemuda alumni bernama Dio.

Kehadiran Dio ini menganggu sebab dia bilang dia alumni Asrama disitu, masalahnya dari awal diperlihatkan adegan dimana asramanya lebih banyak cewek-ceweknya sehingga gue mengira itu Asrama putri.  

Dan aneh juga kalau orang luar, Dio terhitung orang luar karena sudah menjadi alumni, bisa keluar-masuk, juga ‘menghilang’, dengan bebas di tempat itu.  Biasanya asrama punya aturan yang ketat yang melarang orang luar masuk. Oleh karena itu gue juga sempat mengira Dio itu hantu.

Alur film ini berjalan lambat, berusaha menggiring pelakunya sampai pada tahap dimana kehidupan Marsha mirip dengan hantu Asrama yang dijelaskan lewat diary Yulia yang ditemukan Marsha di kamar 303. Ternyata si hantu Asrama adalah siswi Asrama bernama Yulia yang dulunya juga kerap dirundung oleh teman-temannya sampai kemudian dia memutuskan bunuh diri.

 Putri, yang menjadi salah satu pelaku perundungan Yulia punya orangtua dengan posisi kuat sehingga kasus itu tak sampai pengadilan dan rupanya itu membuat hantu Yulia marah, menuntut balas pada setiap siswi yang suka merundung teman-temannya.

Tidak ada yang baru dalam adegan menakut-nakutinya, banyak mengandalkan efek gambar roh yang melayang atau kaki yang tergantung dan suara keras yang muncul sekonyong-konyong. Tapi okelah untuk efek saat Dio menoleh dan memperlihatkan wajah ‘retak’nya, sehingga itu gue pilih sebagai gambar ikon di review ini.  

Secara keseluruhan perundungan disini kurang kuat, baik dari kisah atau latar belakangnya, kalau Marsha tidak jelas kenapa dia jadi korban rundung Stephanie dkk, sementara Yulia dirundung karena Putri cemburu gara-gara Dio lebih menyukai Yulia. Kebetulan waktu kecil gue pernah menjadi korban perundungan, jadi tahu beberapa penyebab kenapa orang suka merundung kita.

Ada dua hal yang bikin kita jadi korban perundungan, yang pertama karena kita kurang gaul atau yang kedua karena kita unik. Dalam kasus gue, gue masuk penyebab yang kedua, waktu itu gue baru pindah dari Cilacap ke Jakarta di kelas 6 SD. Meskipun bisa cakap Indonesia tapi di Cilacap lebih banyak bicara bahasa Jawa, dan itu sebabnya aksen Jawa masih khas. 

Ngomong Indonesia yang medok bikin gue diketawain dan dicela habis-habisan sama teman-teman di sekolah, dan selama setahun gue harus mengalami ‘penderitaan’ celaan itu sampai kemudian bisa menghilangkan dialek medok itu sama sekali.

Untungnya yang gue alami tidak sampai menjurus bully secara fisik, tapi soal perasaan...hati ini sudah tercabik-cabik penuh rasa malu sepanjang hari selama satu tahun itu....

Jadi gaya ngomong yang aneh, kutu buku, tubuh gendut, tubuh cungkring, terlalu hitam, terlalu putih menjurus albino itu semua masuk dalam kategori unik yang bikin kita harus siap mental sebagai target bully. 

Tapi gue belum pernah menemui bully dilakukan dengan alasan kecemburuan seseorang. Bisa saja itu terjadi, tapi biasanya akan dilakukan personal....tidak ngajak-ngajak geng atau kumpulan kawan...

Maka dari itu, buat gue tidak masuk akal kalau Yulia sampai bunuh diri gara-gara dia terus dirundung sama Putri dkk. Buat apa dia melakukan itu kalau pada kenyataannya dia yakin bahwa Dio lebih memilih dia daripada Putri? 

Itu nampak dari adegan dimana Dio menyelamatkan Yulia saat dia mencoba bunuh diri dari bubungan lantai atas gedung Asrama. Toh dia sudah menang bukan? Nggak perlu sampai buang nyawa...so seharusnya dipikirkan alasan lain supaya Yulia dibikin benar-benar putus harapan dan memilih bunuh diri sebagai cara penyelesaian...

Dan mengenai Asrama itu, gue tahu beberapa hal tentang kehidupan asrama atau dorm karena punya adik-adik yang saat ini menghuni Dorm di Universitas Pelita Harapan. Pada kenyataannya situasi dorm lebih berjuang dari apa yang ditampilkan di film, sebab satu kamar bukan hanya diisi tiga orang – seperti halnya kamar 320 yang diisi Stephanie dkk – tapi bahkan bisa sampai 10-12 ranjang disitu. Bisa terbayang bagaimana sepi dan horrornya asrama saat liburan karena suasananya benar-benar berupa ranjang kosong.

Tidak sembarangan orang bisa masuk ke Dorm, meski itu alumni, apalagi berjalan-jalan di dalamnya sekedar untuk melampiaskan rasa kangen dan ingatan masa lalu. 

Oleh karena itu gue termasuk yang kecewa karena Dio ternyata bukan hantu, bukan karena perkiraan gue yang salah, tapi itu semakin membuat ceritanya nggak masuk akal karena Dio bisa hadir seenaknya di tiap adegan... seolah dia memang tinggal di Asrama tersebut... 

No comments:

Post a Comment